PEMINANGAN / KHITBAH SEBELUM PELAKSANAAN PERNIKAHAN
(
Tinjauan Pendidikan Agama Islam )
Mata Kuliah : Fiqh C
Dosen Penguji : Dra.
Hj. Sri Haningsih, M. Ag
Disusun Oleh :
Nama : Tria Rejeki
Sholikhah
NIM : 17422044
No Ujian : 35 ( UAS 2018 )
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah atas
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat berproses menjalankan salah satu tugas
kami untuk mejadi khalifah di bumi Allah. Yakni menggali dan mengembangkan ilmu
pengetahuan pada jenjang perguruan tinggi Unversitas Islam Indonesia. Salah
satu cara untuk mewujudkan hasil belajar kami pada mata kuliah Fiqh, kami
berbagi ilmu kepada saudara sekalian yang kami tuangkan dalam karya sederhana
namun penting.
Makalah ini berisi kumpulan materi
yang sudah kami buat yang berasal dari sumber buku yang terpercaya dengan
melalui bimbingan dari dosen kami Ibu Sri Haningsih, S.Ag, M. Ag. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
pemikirannya salah satunya dari berbagai referensi yang digunakan, sampai
akhirnya makalah ini bisa terselesaikan.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca dan sebagai koreksi, karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca dan dosen pembimbing kami, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi, guna perbaikan dari makalah
sederhana ini pada masa mendatang.
Yogyakarta, 18 Juli 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1.
Latar
Belakang........................................................................................ 1
1.2.
Rumusan
Masalah................................................................................... 1
1.3.
Tujuan
Pembahasan................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................ 2
2.1.
Khitbah
dan Nadzhar di dalam Islam..................................................... 2
2.2. Meminang Seseorang yang Sudah dipinang Orang Lain....................... 5
2.3. Perempuan yang Meminang Laki-laki ................................................... 6
BAB III PENUTUP........................................................................................ 7
3.1.
Kesimpulan
............................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Islam mengajak manusia untuk hidup
di dalam naungan keluarga. Karena keluarga seperti gambaran kecil dalam
kehidupan stabil yang menjadi pemenuh keinginan manusia, tanpa menghilangkan
kebutuhannya. Keluarga sendiri merupakan fitrah bagi manusia sesuai dengan
firman Allah dalam Q.S Ar-Ra’d (13) : 38 yang artinya “Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka
istri-istri dan keturunan...”. Pernikahan disini merupakan kodrat manusia
yang berasal dari Tuhannya yaitu Allah SWT. Memang terkadang manusia itu merasa
senang dengan kesendiriannya, namun hal itu tidak akan berlangsung lama, karena
berbagai alasan inilah maka manusia melakukan perkawinan, berkeluarga, bahkan
bermasyarakat dan berbangsa.
Dalam islam pernikahan didahului
oleh akad, yaitu ijab qabul dalam pernikahan. Sebelum proses akad dilaksanakan
terlebuh dahulu ada proses peminangan / khitbah. Khitbah ini dilakukan sebagai
perantara agar kedua belah pihak saling mengetahui bagaiman sifat dan keadaan
wujud asli calon kedua mempelai laki-laki maupun perempuan. Namun proses
khitbah ini dalam pelaksanaannya mengandung banyak perbincangan dan perdebatan
tentang bolehkah seorang wanita yang telah dipinang, kemudian dipinang lagi
oleh orang lain?, dan begitu pula pertanyaan-pertanyaan yang sejenisnya. Apa
itu khitbah akan sedikit diuraikan dalam pembahasan makalah ini, sebagai pokok
bahasan yang akan dibahas dalam makalah ini.
1.2.
Rumusan masalah
2.
Apa
itu khitbah dan nadzar ?
3.
Apa
hukumnya jika seseorang yang sudah dalam keadaan dipinang kemudian dipinang
lagi oleh orang lain ?
4.
Bolehkah
perempuan meminang laki-laki ?
1.3.
Tujuan pembahasan
2.
Untuk
mengetahui apa itu khitbah dan nadzar di dalam islam.
3.
Mengetahui
hukum memeinang yang sudah dipinang oleh orang lain.
4.
Menambah
wawasan tentang masalah khitbah dalam islam tinjauan Pendidikan Agama Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Khitbah dan Nadzar di dalam Islam
Manusia sebagai makhluk sosial, idak dapat memenuhi kebutuhan hidup
lahir batinnya secara sendiri tanpab antuan orang lain. Dari sisnilah maka
diperlukan kerja sama yang harmonis antar sesama manusia. Demikian semakin
dekat hubungan semakin banyak pula tuntutan dan tidak mudah untuk
memeliharanya.
Pernikahan adalah akad antara calon istri untuk memenuhi hajat
jenisnya menurut aturan yang ada dalam syariat islam. sedangkan yang dimaksud
dengan akad ialah ijab dari pihak calon suami atau wakilnya[1]. Pendahuluan akad pernikahan adalah khitbah
yang secara bahasa adalah seseorang yang meminang perempuan pada suatu kaum,
jika ia ingin menikahinya. Khitbah sendiri disebut juga meminang, yang
merupakan pernyataan jelas atas keinginan untuk menikah.
Kerelaan dari kedua belah pihak baik itu laki-laki atau pun
perempuan dengan wali nya merupakan hal yang penting dalam sebuah hubungan pernikahan.
Perlu adanya mediasi pendekatan antara pihak perempuan dan laki-laki agar
memudahkan urusan nya menuju pernikahan yaitu dengan jalan khitbah. Islam tidak
membolehkan para perempuan untuk dinikahkan secara paksa. Oleh karena itu
meminta izin kepada pihak perempuan harus dilakukan sebelum akhirnya
dinikahkan. Keridhaan dari wali juga tak kalah penting dengan keridhaan wanita
dalam pernikahan. Maka dalam islam keridhaan wali disyaratkan sebagai jaminan
untuk meluruskan, menyelamatkan dan menjauhkan berbagai tindakan yang salah dan
hawa nafsu yang tidak patut.
Adapun wanita yang boleh dipinang adalah sebagai berikut :
1.
Wanita
yang tidak punya suami
2.
Wanita
yang bukan haram hukumnya untuk dinikah dalam waktu tertentu atau selamanya
3.
Wanita
yang tidak mengalami masa iddah, baik iddah karena suaminya meninggal dunia
atau akibat thalaq.
Dalam
surat Al- Baqarah ayat 235 :
وَلَا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ
أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ ۚ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ
وَلَٰكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا ۚ
وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ ۚ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ ۚ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ"
“Dan
tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar
mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kamu berazam
(bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah
bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.[2]”
Setelah seorang wanita dipinang, bukan berarti sepenuhnya milik
laki-laki yang meminang nya tetapi hubungan mereka harus dibatasi. Namun hal
yang biasanya terjadi, adalah hubungan yang lebih dekat antara si laki-laki dan
perempuan karena masing-masing mereka menganggap sudah setengah resmi. Hal
tersebut perlu di luruskan, bahwa peminangan tidak sama dengan pernikahan,
artinya yang sudah diikat dengan khitbah tidak bisa melakukan segala hal secara
bebas layaknya orang yang sudah menikah. Khitbah hanyalah pengikat sebagai perantara
menuju pernikahan atau sebagai tahap pra nikah.
Banyak pendapat yang mengemukakan tentang “nadzar”
atau apa saja yang boleh dilihat oleh peminang terhadap yang dipinang.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang boleh dilihat adalah bagian wajah dan
telapak tangan. Terkait dengan hal – hal yang boleh dilihat oleh peminang banyak
para ulama yang berbeda pendapat. Berikut beberapa pendapat ulama sebagai dasar
teori tentang nadzar[3]:
1.
Imam
Abu Dawud mengemukakan bahwa si peminang boleh melihat “seluruh tubuh” yang
akan dipinang tanpa dibatasi. Karena memahami hadits dengan tidak ada batasan
yang boleh dilihat dan bagian yang tidak boleh dilihat. Sedangkan bagi ulama-ulama lainnya, hal tersebut
dinilai kurang baik dan dikhawatirkan akan menyakiti hati si perempuan jika
benar-benar dilaksanakan.
2.
Pendapat
yang dianut oleh imam Abu Dawud beserta pengikutnya tidak selamanya bisa
diterima oleh ulama-ulama lainnya. Oleh karena itu sebagian ulama lain
mengambil jalan ikhtiyath ‘hati-hati’ unetuk menghindari tindakan yang
terlalu berlebihan. Al-Auza’i berkata “ boleh melihat pada bagian-bagian yang
dikehendaki kecuali aurat”. Menurut pandangan ini, hal-hal yang boleh dilihat
oleh si peminang, hanya bagian-bagian yang diizinkan dilihat oleh mahram nya
yaitu leher, betis, tangan, dan bagian lainnya. Hal ini juga pernah dilakukan
oleh Umar Bin Khattab kepada Ummi Kulsum binti Ali ketika akan menikahinya.
3.
Mauhammad
al-Hamid berkata dalam kitab majmu’atur rasaail bahwa “menurut konsepsi islam memandang
yang diperbolehkan itu hanyalah sebatas muka dan kedua telapak tangan.
Sedangkan rambut dan anggota badan yang lain tidak boleh dilihat. Wajah
menampilkan kecantikan, sedangkan kedua telapak tangan merupakan petunjuk
kesuburan dan kesehatan pemiliknya.
Pendapat
ketiga inilah yang akhirnya banyak digunakan oleh para ulama, untuk
berhati-hati dalam bertindak sekaligus menghindari hal-hal yang berlebihan di
dalam agama. Juga dari ketiga pendapat tersebut, yang paling rasional dan baik
untuk dilakukan sesuai dengan etika dan estetika adalah pendapat yang ketiga.
Maka di era modern ini banyak ditemukan khitbah itu sebatas melakukan tindakan
yang sesuai dengan pendapat ke tiga. Namun ada pula yang menggunakan cara
Rassulullah yang dulu pernah dilakukan beliau pada masa itu. Di zaman modern
ini pengaplikasiannya dengan mengutus seseorang yang dipercaya untuk melihat
calon istri yang akan dipinangnya, sehingga diketahui bagian-bagian tubuhnya
yang tidak bisa dilihat oleh pihak laki-laki, sampai-sampai bagaimana bau
mulutnya, tabiat sehari-harinya dan lain sebagainya. Bagi kita sebaiknya
memilih jalan yang baik tidak mengundang madhorat yang banyak. Sehingga
cocok untuk dilaksanakan dan umum dilakukan sehingga bisa diterima oleh
masyarakat pada umumnya di era modern ini.
2.2.
Meminang Seseorang yang
Sudah dipinang oleh Orang Lain
Pinangan adalah suatu janji, jadi masing-masing pihak yang menyetujui pelaksanaannya hanya terikat dengan sebuah janji bawa dalam jangka waktu tertentu kedua belah pihak akan melaksankan pernikahan secara sah. Tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa dalam waktu antar meminang dan dilagsungkannya akad nikah terjadi sesuatu yang dapat mengagalkan pernikahan. Terkait dengan hal itu maka bagaimana hukumnya jika wanita yang telah di pinang, kemudian ia dipinang lahi oleh orang lain ?
Perhatikan hadits berikut :
. نهي النبي صلّى الله عليه
وسلّم
أنّ يبيع بعضكم على بيع بعض ولا يخطب الرجل على خطبة أخيه حتى يترك
الخاطب قبله او يأذن له الخا طب
“Rassulullah SAW melarang
untuk membeli sesuatu yang telah dibeli oleh sebgaian yang lain , seorang laki-laki
meminang diatas pinangan saudaranya, sehingga ia meninggalkan pinangannya, atau
peminang memberi izin baginya” ( H. R. Bukhari)
Dalam
hadits dijelaskan bahwa seseorang yang sudah menyatakan setuju dengan sebuah
pinangan /khitbah maka dilarang untuk beralih kepada pinangan lain yang datang
setelahnya. Dari hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa meminang yang
sudah dipinang oleh orang lain, maka dilarang atau bahkan ada yang memaknai
haram. Namun dalam proses khitbah seseorang boleh meminang kepada yang sedang
dipinang oleh orang lain, namun dengan
catatan si pihak perempuan belum menentukan pilihan nya. Artinya ia belum
memilih siapa yang akan diterima pinangannya. Peristiwa seperti itu juga pernah
terjadi pada Fatimah binti Qais yang dipinang oleh Mu’awiyah bin Abu Sufyan,
dan Abu Jahm, kemudian ia mengahadap kepada Rassulullah untuk menanyakan
perihal siapa yang akan dipilihanya, namun kemudian Rassulullah mengisyaratkan
untuk menolak keduanya dan menikah dengan Usamah bin Zaid. Pada akhirnya
Fatimah mengukuti saran Rassulullah SAW, untuk menikah dnegan Usamah bin Zaid.
Hal ini diperbolehkan, sekalipun Usamah bin Zaid tidak melamarnya, karena
Fatimah binti Qais belum menentukan siapa pilihan hatinya.
Dilarangnya meminang wanita yang sudah dipinang
oleh orang lain, dimaksudkan untuk mencegah hal-hal lain yang tidak diinginkan
misalnya timbul perselisihan sehingga memicu adanya permusuhan yang
berkepanjangan ataupun menjadi bahan gunjingan tentangga. Hal tersebut juga
mengakibatkan pernikahan yang akan dilaksanakan di kemudian hari, tidak
direstui oleh kerabat atau tetangga. Dan di dalam islam pun yang dianjurkan adalah menjaga perdamaian,
kerukuanan, dan menegakkan keadilan untuk mnghindari perpecahan.
2.3.
Perempuan Meminang Laki-laki
Di dalam kehidupan sehati-hari yang biasanya terjadi di
lingkungan sekitar kita, khitbah atau pinang selalu didahului oleh pihak
laki-laki. Jadi dari pihak laki-laki datang ke pihak perempuan dengan membawa
hadiah atau yag semacamnya sebagai tanda khitbah. Berkaitan dengan hal ini,
bagaiman jika khitbah itu didahului oleh pihak perempuan yang datang ke
laki-laki ?
Hal ini telah ada sejak zaman dahulu dan banyak terjadi di
Arab. Sebagai contoh adalah Khadijah istri pertama Rassulullah. Beliau lah yang
pertama kali mengatakan bahwa dirinya menyukai sifat Rassulullah, dan juga
mengutarakan maksud hatinya untuk mejadikan Rassulullah sebagai pendamping
hidunya melalui perantara utusan sebagai penyampai pesan maksud hati Khadijah.
Maka di dalam islam pun memperbolehkan pihak perempuan yang meminang laki-laki,
dan islam juga menetapkan hak perempuan dalam hal demikian selama ia memelihara
dasar kesalehan dalam memilih. Hal ini juga tidak menyebabkan si peremouan
hina, dan derajatnya menjadi rendah, apabila
dilaksanakan menurut aturan dan tidak melampaui batas yang disyariatkan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Salah
satu fitrah manusia yaitu berkeluarga, karena manusia tidak bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri. Untuk bisa berkeluarga maka kemudian harus melalui
proses akad adan pernikahan. Sebelum jenjang pernikahan ada suatu tahapan yang
disebut dengan khitbah, yang dapat pula dimaknai dengan “melihat” yaitu melihat
bakal calon suami atau istri. Khitbah ini juga merupakan perantara untuk
mengetahui sifat-sifat calon yang akan dinikahi, bagaiman wujudnya dan lain
sebagainya. Khitbah disini juga bertujuan untuk menimbulkan kerelaan dari kedua
belah pihak yang disepakati oleh wali dari pihak perempuan. Pada umumnya nadzar
yang dianjurkan adalah sebatas melihat apa yang terbiasa dilihat oleh orang
awam, yaitu bagian wajah dan telapak tangan.
Hukum
meminang seseorang yang sudah dipinang oleh orang lain dilarang, bahkan ada
yang mengatakan sebagai haram. Hal tersebut dilarang untuk menghindarakan dari
perkara yang menimbulkan adanya perselisihan diantara masyarakat yang ada.
Proses khitbah boleh didahului oleh pihak perempuan terhadap pihak laki-laki.
Yang berarti perempuan mengajukan dirinya agar laki-laki tersebut
mengkhitbahnya, hal ini tidak termasuk aib bagi perempuan dengan syarat tetap
dalam jalan yang di syariatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adhim M. Fauzil. 2004. Saatnya untuk Menikah. cet- 6 Jakarta
: Gema Insani. anggota IKAPI
AS-Subki Ali Yusuf. 2010. Fiqh
Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam. Terj- Nur Khozin. Jakarta : Amazah
Haningsih Sri. 2017. Fiqh Mu’amalat Munakahat Mawaris. Yogyakarta : UII Press
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-235 ( diakses pada 17 Juli 2018 )
Shihab Quraish. 2013. Pengantin
Al-Qur’an Kalung Permata Buat Anak-Anakku. Cet- 9. Tangerang : Lentera hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar